Hanya Skenario

by - December 25, 2018


Hallo..
Kali ini saya akan menceritakan sebuah cerpen yang menurut saya bisa di ambil hikmahnya. Banyak hikmah yang dapat di ambil dari cerpen ini. Ambil hal yang positif dan buang jauh-jauh hal negative. Semoga bermanfaat dan selamat membaca ya…
Hanya Skenario


Nama ku Aya. Aku sedang kuliah di semester 5. Terkadang aku muak dengan kata “KULIAH”. Banyak pandangan tentang seorang Mahasiswa yang terkadang membuatku ingin menangis dibuatnya. Bukan aku tak suka tetapi aku membencinya. Tapi, anehnya sampai saat ini pun aku masih menyandang nama itu. Ya cukuplah aku anggap diriku masih SMA bukan sedang kuliah meskipun memang tingkatan belajar nya sangatlah berbeda.
Aku seorang mahasiswa yang bisa dibilang mendapat gelar sebagai “KUPU-KUPU” alias kuliah-pulang kuliah pulang. Aku bukannya tak mau menjadi seorang aktivis tetapi bagiku itu sangatlah melelahkan dan membuang waktu. Aku lebih suka dirumah, beberes rumah dan hal lain sebagainya seorang wanita. Rumahku adalah syurgaku. Mungkin kalimat itu sangatlah cocok bagiku. Fokusku ada pada rumah. Nyaman dan tenang pun ada pada rumah.
Akan aku ceritakan sedikit awal kenapa aku bisa kuliah.
Waktu di kelas 12, semua siswa pintar dikelasku sibuk mempersiapkan pendaftaran kuliah lewat jalur Undangan atau SNMPTN. Dan aku tak tertarik sedikitpun mengenai kuliah, karna pribadiku sendiri aku hanya ingin ke pondok pesantren mencari ilmu untukku di akhirat. Tetapi pamanku ternyata mendaftarkan ku. Dan aku hanya bisa bilang “iya”. Aku yakin aku takkan diterima. Toh, aku pintar saja pas-pasan dan nilai raporku pun pas-pasan, mana ada kampus yang mau menerima ku. Pikirku seperti itu.
Hingga akhirnya datang pengumuman itu, aku tak tahu apa-apa dan aku tak menunggu pula waktu itu. Aku sangat ingat sewaktu malam aku sedang bersantai dengan kakak ku. Berita pengumumanpun tiba dan air mata ku merembes deras. Ya, aku ternyata diterima di salah satu kampus daerah Jakarta dengan pilihan jurusan kedua. Aku bukan senang, aku sangatlah sedih sebab aku sudah pasrah, jika memang aku diterima kuliah maka aku akan melanjutkannya demi kebahagian ibuku yang ingin melihat anaknya menyandang gelar sarjana. Dan itu artinya rencana mondok kandas kembali untuk yang kesekian kalinya.
Hari demi hari kuliah ku jalani dengan mencoba terus ikhlas dan sabar. Sampai di puncak akhir semester 4 aku sudah tak kuat rasanya dan rasa ingin mondok menggebu kembali. Sudah ku rencanakan semuanya. Aku hanya tinggal menunggu akhir semester ini selesai.
Aku sudah menentukan pilihan bahwa aku akan nekad berhenti kuliah dan fokusku di pondok ingin menjadi seorang hafidzah. Biaya mondok memang tidak murah, tetapi aku mencoba untuk mengumpulkannya.
Akhir semester pun tiba. Aku sudah menentukan salah satu pondok pesantren di daerah Malang. Aku mencari informasi tentang pesantren itu lewat web di google, dan di web tersebut tersedia kolom komentar. Aku pun menulis komentar desertai dengan nomor handphone ku. Siapa tau ada yang mau berangkat bareng kesana denganku.
Di akhir semester ini, hanya beberapa temanku yang tahu akan rencanaku ini. Mereka meyakinkanku apakah sudah yakin dengan keputusan ku ini, dan aku menjawabnya dengan sangat yakin, bahkan aku sudah tak sabar rasanya. Hari terakhir kuliah sebelum libur, aku tak ingin ada kata perpisahan sebenarnya tetapi teman ku malah mengucapkan perpisahan dengan linangan air mata. Terharu memang tapi aku harus kuat. Dan aku sudah mendapatkan 4 orang yang akan berangkat bersama kesana.
Seminggu sebelum menuju hari H. Semua perlengkapan untuk mondok sudah ku persiapakan. Mulai dari pakaian, peralatan mandi, tiket kereta yang dipesan sebulan yang lalu dan hal lainnya yang sekiranya harus dibawa. semuanya menjadi satu koper besar dan satu kardus berukuran kardus mie instant.
Aku tahu bahwa rencana ku ini takkan ada kata berjalan dengan mulus. Pasti akan banyak sekali rintangan yang harus ku hadapi. Aku baru memberitahu keluargaku bahwa aku akan pergi ke Malang untuk mondok tiga hari sebelum keberangkattan. Dan aku tidak memberitahu mereka bahwa aku akan berhenti kuliah.
“Lalu bagaimana dengan kuliah mu nak kalau kamu mondok?” tanya ibu padaku.
“Aya Cuma mau ngisi liburan di pondokan aja ko bu” jawaban ku selalu seperti itu jika ditanya tentang kuliah. Pikirku jika memberitahu disaat aku belum berangkat sudah pasti aku tidak akan di izinkan. Nanti saja jika aku sudah ada di pondok aku akan memberitahu mereka bahwa aku tidak mau kuliah lagi. Salah memang, tetapi ini menurut ku cara yang terbaik.
Keluarga ku mungkin kaget karna mereka kira aku berangkat kesana karena memang kegiatan dari kampus makanya mereka tenang-tenang saja. Di saat aku menjelaskan bahwa itu adalah diluar kampus, konflik pun mulai berdatangan. Mulai dari kakak sulungku yang mencari tahu tentang pondok pesantren itu dan merundingkan dengan keluarga juga saudara-saudaraku. Aku menangis dan mengurungkan diri di kamar, karna aku  malu kalau harus di omongin sama banyak orang seperti itu. Aku tak ingin banyak orang tahu bahwa aku akan pergi jauh.
Hari ketiga sebelum berngakat menjadi hari mendung bagiku. Sudah nangis dan pikiranpun melayang kemana-mana. Baiklah, aku akan jujur sejujurnya hari esok pada orang tua ku. Aku sudah pasrah dan tak akan membantahnya.
Pagi hari yang cerah menyinari dunia. Cuacanya panas seperti hatiku yang mulai memanas ingin berbicara. Ini adalah hari kedua sebelum keberangkatan. Aku mulai masuk ke kamar bapakku. Tak lama kemudian adikku mengikuti.
“Bagus kalau Aya mau mengaji. Niatkan semuanya lurus hanya untuk Allah dan untuk mencari ilmu. Biar selama liburan ada ilmu yang di dapat dan menjadi berkah. Bapak ridho kalau Aya mau kesana. Asal jaga diri dan disana focus mengaji. Kan Aya kuliah, gak mungkin kan Aya berhenti kuliah. Udah dua tahun Aya kuliah, udah banyak biaya yang dikeluarin buat kuliah. Tinggal dua tahun lagi kan buat lulus. Nanti kalo setelah Aya lulus kuliah mau mondok lagi pun terserah Aya. Aya kan sudah besar, sudah bisa menentukan pilihan. Aya bukan anak kecil lagi kan?”
Air mata yang tak bisa ku bendung mengalir begitu deras. Aku tak sanggup menjawab pertanyaan Bapak. Ucapan Bapak seakan-akan sudah tahu apa yang sedang ku rencanakan. Aku malu menangis di hadapan bapak dan di lihat pula oleh adikku. Aku berusaha tegar tetapi air mata mengalir dengan sendirinya. Yang penting sudah cukup bagiku mendapat ridho orang tua untuk pergi kesana. Karna tanpa ridho semuanya akan sia-sia.
Hati yang tadinya mendung sudah mulai cerah kembali perlahan-lahan. Tidurku sangatlah nyenyak karna mungkin aku akan rindu sekali dengan semua yang ada dirumah ini. Memulai pagi hari dirumah terasa indah, karna esok aku tidak menikmati pagi dirumah lagi, tetapi jauh berada disana.
Ku lihat Bapak sedang membuat kopi. Dan menatapku saat aku pun sedang ada di dapur. Dari raut wajahnya ku melihat ada rasa ke khawatiran dan cemas. Tetapi Bapak hanya diam saja. Setelah selesai menuangkan air panas ke dalam gelas, bapak mulai berbiacara.
“Ay, apa Aya udah nekad buat kesana?”
“Memangnya ada apa Pak?” bukannya menjawab tetapi aku malah balik tanya, karna rasa penasaranku.
“Bapak ko ragu ya pondokan disana. Bapak istikharah semalam, pondokannya kurang bagus. Ada aliran-aliran sedikti melenceng gitu. Aya pindah pondokan saja ya. Tiket kereta berapa memang harga nya?”
“120ribu Pak harganya. Yasudah nanti Aya coba tanya pak bisa di balikin lagi atau tidak uangnya” jawabku lemas.
“Yasudah, gak apa-apa hangus juga uangnya. Yang penting gak usah berangkat kesana ya”
 Sudah mulai ku duga hal ini pasti akan terjadi. Mau tak mau aku harus bilang iya, karna nekad pergi sekalipun ridho dari orang tua sudah tak ku dapatkan kembali. Meski air mata ini kembali menetes tapi kali ini aku tahan dengan sekuat tenaga. Aku berusaha tenang. Meski ini adalah hari paling sangat ku tunggu setelah penantian panjang berbulan-bulan yang lalu. Aku mencoba tersenyum dan ikhlas. Semua teman yang akan berangkat kesana pun kaget dan sedih. Terlebih aku yang teramat sedih.
Sebanyak apapun uang yang telah ku kumpulkan untuk kesana, takkan bisa membeli ridho-nya orang tua. Menangis selama apapun takkan bisa meluluhkan hati jika ridho dari orang tua tak di dapatkan. Sebanyak apapun ilmu yang di dapatkan jika tidak dengan ridho-nya pun tak akan berkah dan bermanfaat.
Sepuluh hari setelah kejadian kegagalan itu terjadi. Aku masih saja memikirkan dan membayangkan teman-temanku yang disana. Pastilah mereka sangat bahagia dan senang berada disana. Aku hanya dapat mendoakan mereka dari sini. Ku pun mengharapkan mereka mendoakan ku agar aku dapat pula menyusulnya kesana.
Ku mulai melihat-lihat status whatsapp di layar handphone ku. Dan seketika aku terkejut dengan status teman ku yang berada di pondok bahwa mereka berpamitan akan pulang dengan santriwati lainnya. Ada apa dengan mereka? Kenapa mereka pulang berjam’ah? Ada acara apa mereka sampai pulang secepat ini? Apa yang sudah terjadi?
Aku sangat penasaran sekali dengan mereka. Aku menanyakan satu persatu teman ku itu apa yang telah terjadi. Tapi mereka sangatlah lama sekali membalas pesanku. Hingga akhirnya aku menemukan jawabannya.
“Kita gak betah disana. Jauh dari ekpektasi yang kita bayangkan dan kita baca di web itu. Ternyata yang tertera di web itu adanya di tempat santri lelaki, tetapi untuk tempat santriwati bisa dibilang gak cocok di jadikan sebagai tempat untuk Tahfidz. Dari segi tempat, pengajar dan lainnya. Kita gak cocok. Dan akhirnya kita semua sepakat untuk keluar. Beruntunglah kau Ay tak kesana. Tidak menjadi korban hahaha”
Dari sini ternyata aku mendapatkan pelajaran. Bahwa jika aku nekad membantah orang tua dan tetap pergi, mungkin aku akan menjadi orang yang merugi. Aku akan menghabiskan banyak uang yang terbuang sia-sia jika tetap kesana. Dan penyesalan yang akan terus terbayang ata pilihan yang salah
Kita sebagai manusia hanya bisa berencana, selebihnya Allah lah yang menentukan. Meskipun kita kecewa dan sedih atas apa kegagalan yang telah kita rencanakan dengan sematang mungkin, tetapi jika Allah berkhendak lain, ya mau bagaimana lagi. Kita tidak bisa membantah atau menyalahkan bukan?. Allah selalu kasih skenario yang lebih indah dan lebih baik juga yang terbaik di banding skenario yang kita tulis. Dalam hidup pasti banyak sekali hikmah yang bisa di dapat setiap kejadian yang kita alami. Hanya saja bagaimana kita bisa menyikapi dan mengambil hikmah itu untuk menjadi kan diri kita lebih baik lagi. Cukup sabar, ikhlas dan terus bersyukur itu kunci kebahagiaan.
“Kamu sih Ay, pilih nya ke Kota Malang, jadinya Malang kan nasibmu” di pikir-pikir iya juga ya hehe.
Inilah sedikit cerita yang mungkin diantara kalian ada mengalami kejadian yang sama. Petik hikmahnya dan buang negatifnya. Terimakasih sudah membaca. Semoga bermanfaat ya :)

You May Also Like

6 comments

  1. whihi sms dr siapa itu?😂

    ridho orang tua memang diatas segalanya, jgn bergerak kalau tdk mendapat ridho. di zaman sekarang, seringkali anak muda mengesampingkan orang tuanya utk terlibat dlm hidupnya, beruntunglah kita yg suka mendahulukan orang tua diatas kepentingan pribadi.

    cerpen yg inspiratif, aku sukaaaa💙

    ReplyDelete
  2. Ini kayanya cerita tentang dirimu sendiri da😅

    ReplyDelete
  3. Jadi inget aku yang ngomong gitu "kamu sih salah pilih kota, harusnya jangan Malang. Kan jadi malang nasibmu" 😂😂😂😂

    ReplyDelete
  4. Kisahnya sama :') tapi udah gak tahan ama dunia kampus

    ReplyDelete
  5. Terus gimana? Jadi mondok dimana?

    ReplyDelete
  6. MashaAllah. Persis sperti yg saya alami saat ini. Hanya saja saya blm memutuskan akan lanjut kuliah atau tidak.

    ReplyDelete